Penyakit kusta? Saya pribadi hanya sekedar tau nama penyakit ini, dan saya pikir ini hanya penyakit kulit biasa ajah, dan nggak menular.
Ternyata faktanya kusta adalah penyakit menular, apa kalian sudah tahu? Pernah dengar juga, kalau orang yang terkena penyakit kusta, itu karna guna-guna..
Karena dilingkungan sekitar saya, tidak ada yang menderita penyakit ini, makanya nggak pernah terpikirkan kalau kusta adalah penyakit yang menular. Lantas, setelah saya mengetahui faktanya, saya akan menjauhi si penderita penyakit kusta ini? Tentu saja tidak, karena beberapa waktu lalu, tepatnya Kamis, 27 April 2022 saya mengikuti acara bincang Ruang Publik KBR yang diadakan di Youtube Live Streaming.
Bersama dengan teman-teman dari Bloggercrony lainnya kita menyambutnya dengan sangat antusias tentang kegiatan ini, karena kami ingin masyarakat luas mengetahui informasi mengenai penyakit kusta ini. Sebagai orang awam, pasti masih banyak orang di sekitar kita jika melihat orang yang menderita kusta pasti dianggap karna kutukan.
Lantas apa siy ciri-ciri orang yang terkena penyakit kusta?
Kenali gejala penyakit kusta
dr. M. Riby Machmoed MPH-Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia yang hari itu menjadi narasumber di acara Bincang Ruang Publik KBR mengatakan, sebenarnya penyakit kusta ini sudah lama sekali ada di Indonesia yang disebabkan karena kuman, tapi hingga saat ini masih ada penderita kusta dan jumlahnya juga tidak sedikit.
Sehingga, munculah stigma bagi si penderita penyakit ini menjadi berkecil hati, menjadi malu untuk keluar rumah, malu untuk berinteraksi dengan orang lain, malu kalau ia menderita kusta, bahkan keluarga dari si penderita juga malu, karena penyakit ini dianggap masih tabu, masih ditakuti orang banyak karena dianggap kutukan.
Bukan hanya orang awam saja, tapi para tenaga kesehatan jika melihat penderita kusta juga masih takut lho! Mereka takut melihat lukanya, takut melihat tangan yang bengkok, takut tertular, padahal bisa jadi pasien tersebut sudah diobati. Ya, memang perlu diketahui bahwa cacat dari penderita kusta ini tidak bisa hilang, akan dibawa seumur hidup. Ini lah problema yang dihadapi di masyarakat kita!
Meskipun setiap tahun kasus penderita kusta terus mengalami penurunan, namun jumlahnya hanya sedikit. Data terakhir pada tahun 2020 ada sekitar 19.000 orang lebih di tahun 2019 dan turun menjadi sekitar 13.000 lebih orang yang menderita kusta. Jumlah kasus temuan baru juga mengalami penurunan, dan untuk saat ini jika dilihat dari jumlah penduduknya maka provinsi Papua Barat masih tertinggi, kemudian disusul oleh daerah Papua, jadi memang daerah-daerah timur masih tinggi kasusnya.
Indonesia terus melakukan untuk mengeliminasi penyakit kusta, sebenarnya bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui atau mendeteksi seseorang terkena kusta?
Elimanasi ini dilakukan agar kusta tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan saat ini WHO juga menargetkan tidak ada lagi pengakit kusta di tahun 2030.
Yuk kenali gejala penyakit kusta
Jika ada diantara kalian yang memiliki gejala bercak putih dan kemerahan, tidak gatal dan tidak sakit, harap berhati-hati. Itu mungkin gejala awal dari kusta, kemudian diikuti dengan kelemahan jari tangan, jari kaki dan ada kesulitan menutup kelopak mata ini juga harus hati-hati.
Jika dilihat gejala-gejala kusta ini sangat mudah untuk kita deteksi, jadi jika ada yang mengalami hal tersebut, baiknya segera melakukan pemeriksaan ke puskesamas untuk dilakukan pemeriksaan dengan seksama. Ada gejala kusta yang perlu diketahui, merasakan demam ringan hingga sedang, bercak-berca putih berubah menjadi merah, sendi-sendi terasa sakit, bagian belakang lutut sakit, saraf sakit jangan sampai mengira kalau itu gejala rematik ya! Padahal ini sudah masuk reaksi dari penyakit kusta lho!
Bagaimana penularan penyakit kusta?
Penularan terjadi oleh penderita kusta yang belum diobati, dan orang-orang yang kontak erat dengan pasien kusta yang belum diobati maka resiko penularan sangat besar terjadi.
Stop Diskriminasi Pasien Kusta?
Ketika ada kasus yang ditemukan oleh dinas kesehatan, biasanya dari pasien sendiri yang mestigma dirinya sendiri yang merasa malu dengan penyakit kusta yang dideritanya. So, dukungan dan pendampingan dari petugas kesehatan sangat diperlukan, agar pasien mau keluar dan mau untuk berobat.
Karena bagaimanapun penyakit kusta ini bisa disembuhkan, jadi pengobatannya sangat penting agar bisa terhindar dari disabilitas. Ya, penderita penyakit kusta akan mengalami cacat, atau kelainan fisik.
Dalam menangani pasien kusta ada beberapa tantangan yang dihadapi, pada kesempatan ini Ibu Sierli Natar, S.Kep Wasor TB/Kusta, Dinas Kesehatan Kota Makassar berbagi pengalamannya saat menghadapi penderita penyakit kusta.
Beliau mengatakan banyak diantara mereka yang tidak mau menerima. Dimana ketika pasien didiagnosa kusta mereka tidak bisa menerima dan ini menjadi tantangan, bagaimana caranya petugas kesehatan untuk merubah pandangan mereka, mengedukasi memberikan dukungan bahwa penyakit ini tidak berbahaya dan bisa diobati.
Tantangan datang bukan hanya dari pasien saja, tapi juga petugas kesehatan dilapangan tidak semua sama, ada yang benar-benar memahami dan ada yang tidak paham tentang kusta. Bagaimana cara merubah mindset petugas kesehatan kalau penyakit kusta itu menularnya tidak langsung tapi butuh waktu yang lama.
Jadi ketika pasien kusta datang untuk berobat, mereka diperlakukan sama dengan pasien lain, mereka diterima ditempat-tempat layanan. Perlu digaris bawahi "Bahwa penyakit kusta, penyakit menular yang sangat tidak mudah menular".
Menumbuhkan Rasa Percaya bagi pasien kusta pasti tidak mudah?
Oleh karena itu bagi penderita kusta supaya tidak down dan merasa lebih percaya diri lagi ada beberapa hal yang dilakukan. Biasanya dilakukan dengan kegiatan-kegiatan dan diberikan keterampilan agar mereka bisa terus meningkatkan kemampuan yang mereka miliki menjadi alat dan bahan.
Selanjutnya, mereka diperlakukan sama dengan pasien lain, dimana ketika mereka berbaur mereka bisa mendapatkan pengobatan dan tidak ada diskriminasi yang mereka terima.
Cara mengobati penyakit kusta
Untuk pengobatannya memang perlu ketekunan, harus dilakukan setiap hari dan pada prinsipnya bisa dilakukan secara mandiri oleh si penderita. Agar tidak bertambah cacat. Caranya yaitu, harus selalu diperiksa, apakah ada kelainan jika ada maka kita rawat setiap hari, dan harus kita lindungi.
Selalu mendeksi diri sejak dini dengan melakukan 3M, apa itu 3 M?
1. Memeriksa, diperiksa apakah ada kelainan jika ada maka kita rawat. Jika ada kelainan dan luka maka kita rawat setiap hari, kita lindungi. Bagi penderita kusta yang cacat pada bagian tangan sehingga menjadi bengkok maka akan mati rasa. Jadi kalau si penderita mau mengangkat panci atau wajan di kompor maka mereka tidak akan merasakan panas, kalau kita memakai rasa sedangkan bagi penderita kusta mereka menggunakan otaknya. "Oh wajan ini panas, jadi harus menggunakan lap untuk mengangkatnya"
2. Merawat, bisa dilakukan dengan merendam menggunakan air biasa, lalu menggosok bagian yang luka dengan menggunakan batu apung kemudian dioleskan dengan minyak kelapa. Jika terluka maka bisa ditutupi dengan menggunakan kain perca.
3. Mandiri, usahakan dalam pelaksanaan pengobatan ini bisa dilakukan secara mandiri, karena memang harus dilakukan setiap hari. Jika bisa dilakukan secara mandiri, artinya tidak harus bertemu dan bergantung dengan petugas kesehatan setiap hari. Untuk pengobatannya juga bisa menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan sehari-hari.
Perawatan penyakit kusta ini ada tingkatannya, jadi untuk pasien meskipun bisa sembuh total bagaimana dengan bekas lukanya, apa bisa sembuh total juga?
Jadi tergantung dimana lokasi lukanya dan tingkatannya ada tingkat satu dan dua, sedangkan kalau tingkat 0 tidak cacat. Lalu kalau tingkat satu, hanya hilang rasa atau mati rasa. Sedangkan kalau cacat itu tingkat 2, itu cacat yang nampak misalnya tangan yang bengkok. Jadi sejauh mana perawatannya bisa dilihat dari tingkatan tersebut.
Berapa lama? Bisa dikatakan seumur hidup, apalagi jika terluka dan tidak dilindungi maka akan terluka kembali. Jadi jika memang sudah terjadi kecacatan maka untuk perawatannya dilakukan secara mandiri dan seumur hidup.
Meskipun sudah selesai minum obat, pasien-pasien kusta masih memiliki resiko untuk cacat. Olehkarena itu selama pengobatan diharapkan tetap melakukan pemeriksaan dengan petugas kesehatan. Setelah selesai juga pasien harus tetap rajin memeriksakan fungsi syaraf mereka agar tidak menyebabkan cacat, setiap 3 bulan sekali minimal 2 tahun maksimal 5 tahun.
Lantas bagaimana kriteria penderita kusta apa indikatornya dinyatakan sudah sembuh? Jadi jika pasien mau dinyatakan sembuh, mereka sudah selesai minum obat sesuai dengan jadwal yang ditetapkan selama 6 bulan. Jangan sampai penyakit kustanya kambuh lagi, karna kemungkinan besar untuk kambuh itu masih bisa terjadi.
Lantas, jika sudah melakukan pengobatan, apakah masih bisa menularkan kepada orang lain? Batas penyakit tidak menularkan lagi, 2 minggu setelah minum obat tidak akan menularkan kepada orang lain, namun kondisi ini bisa berbeda-beda pada setiap pasien. Tapi yang pasti jika tidak ingin menularkan kepada orang lain, pasien harus minum obat sampai tuntas, ada yang hingga 6 bulan ada juga 12 bulan.
Perlu dipahami obat kusta ini gratis, tidak boleh dijual. Jadi jika ada oknum yang menjualnya bisa dilaporkan qo!
Berharap dengan adanya acara ini, semakin banyak masyarakat yang lebih aware, dan lebih mengerti bahwa penyakit kusta ini memang menular tapi tidak mudah untuk menular lho! Dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan agar pasien kusta bisa menjalankan pengobatannya sampai sembuh.
Jika kita menemukan di lingkungan sekitar kita ada yang menderita kusta, yuk beri dukungan jangan dikucilkan. Periksakan diri dan keluarga terdekat untuk mendapatkan perawatan dan obat yang sesuai. Karna dukungan semua pihak sangat dibutuhkan.
Yuk, sama-sama kita putuskan rantai penyakit kusta, ingat! Kusta bukan kutukan.. Kusta bisa disembuhkan...
Happy always and Stay Healthy everyone!!
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah mampir di Blog saya, semoga bermanfaat.
Tunggu kunjungan balik saya di Blog kalian.
Salam hangat